Ada sebuah perasaan yang sulit dijelaskan ketika pertama kali menjejakkan kaki di Turki. Seolah-olah langkah kita menyentuh tanah yang pernah menjadi pusat peradaban besar. Bukan hanya tentang bangunan tua, bukan hanya tentang museum, tetapi tentang sebuah kisah panjang umat manusia yang masih terasa sampai hari ini.
Setiap perjalanan ke Turki seperti membuka lembar demi lembar buku sejarah hidup, dan halaman pertamanya selalu dimulai di Istanbul. Kota ini pernah menjadi ibukota dunia selama berabad-abad, bukan hanya sekali — Romawi, Bizantium, hingga Utsmaniyah. Tidak ada kota lain di dunia yang memegang peran sejarah sebesar itu. Saat berdiri di depan Blue Mosque atau menikmati senja di selat Bosphorus, kadang muncul perasaan kecil dalam diri kita, namun sekaligus bangga menjadi bagian dari dunia yang pernah dipengaruhi pusat peradaban ini.
Perjalanan kemudian berlanjut ke Bursa, kota yang mungkin namanya tidak setenar Istanbul, tetapi justru di sinilah napas sejarah Utsmaniyah dimulai. Kesan pertama di Bursa bukan tentang keramaian, tetapi tentang ketenangan. Dari makam para khalifah, museum sejarah, hingga keindahan Masjid Hijau, setiap sudut kota ini seperti mengajarkan bahwa kejayaan selalu dimulai dari pondasi yang kuat. Tidak sedikit pelancong yang mengaku pulang dengan mata basah setelah menghabiskan waktu di Bursa karena merasakan betapa besar perjuangan para tokoh terdahulu membangun kemuliaan.
Namun cerita perjalanan ini seakan mencapai klimaks ketika memasuki Cappadocia. Pemandangannya seolah bukan bagian dari bumi yang kita kenal. Lembah luas, bukit-bukit tersembunyi, dan formasi bebatuan misterius terbentang seperti lukisan. Puncak keindahannya tentu saja saat subuh, ketika langit perlahan berubah warna dan balon udara memenuhi cakrawala. Banyak orang mengatakan mereka merasakan ketenangan spiritual yang luar biasa di sini, mungkin karena Cappadocia membuat siapa pun mudah untuk merenung, menyadari betapa Maha Besarnya Allah سبحانه وتعالى dalam menciptakan bumi.
Tak mengherankan jika banyak wisatawan muslim kini memilih paket travel yang menggabungkan wisata sejarah dan wisata spiritual melalui jalur perjalanan istanbul, bursa, cappadocia karena rutenya lengkap: sejarah, budaya, religi, alam, dan pengalaman emosional yang tak bisa digantikan. Para jamaah tidak hanya pulang dengan foto-foto indah, tetapi dengan perasaan baru tentang identitas, akar sejarah, dan makna syukur.
Turki mengajarkan bahwa modernitas tidak harus mengorbankan warisan budaya, bahwa kemajuan bukan berarti melupakan sejarah. Mereka membangun gedung pencakar langit, kereta cepat, infrastruktur canggih, tetapi masjid, makam ulama, dan situs warisan tetap dijaga sepenuh hati. Itulah mengapa Turki bukan hanya indah dilihat mata, tetapi juga dirasakan jiwa.
Pada akhirnya, setiap orang punya alasan masing-masing untuk datang ke Turki. Ada yang karena sejarah, ada yang karena wisata, ada yang karena rindu terhadap jejak kejayaan Islam. Tetapi siapa pun yang datang, hampir semuanya pulang dengan satu perasaan yang sama: ingin kembali lagi suatu hari nanti.