1. Ketika Panggilan Itu Datang Tanpa Diduga
“umroh usia muda, nanti aja kalau udah mapan,” itu kalimat yang dulu sering diucapkan Aira, 24 tahun, tiap kali ibunya menyinggung soal ibadah ke Tanah Suci.
Baginya, hidup sekarang masih tentang karier, nongkrong, dan traveling.
Tapi suatu malam, Aira menonton video pendek tentang jamaah thawaf di Ka’bah. Suara takbir bergema, dan di tengah keramaian itu ada seseorang seumuran dirinya — menangis di depan Baitullah.
Entah kenapa, dadanya terasa hangat. Ada rasa rindu yang tidak ia mengerti.
Rasa yang menembus layar ponselnya, menembus jantungnya.
Dan malam itu, Aira menulis di catatan kecilnya:
“Mungkin aku juga ingin ke sana. Mungkin sudah waktunya menjawab panggilan itu.”
Ia mulai mencari tahu tentang umroh usia muda, tanpa sadar langkah kecil itu akan membuka bab baru dalam hidupnya.
2. Menabung dengan Doa, Bukan Sekadar Angka
Hari-hari berikutnya, Aira mulai mengatur keuangannya. Ia belajar mengurangi jajan kopi kekinian, menolak ajakan nongkrong yang tidak penting, dan mulai menabung di rekening khusus.
Awalnya terasa berat. Tapi setiap kali ia lelah, ia mengingat satu hal:
“Perjalanan terbaik dimulai dari niat yang paling tulus.”
Ia sempat berpikir, umroh itu hanya untuk orang tua atau mereka yang sudah stabil secara finansial. Tapi kini, banyak anak muda yang berangkat dengan cara mandiri.
Bahkan beberapa temannya menggunakan tabungan hasil kerja freelance dan bisnis online.
Dari situ Aira sadar, bukan soal mampu atau tidak, tapi soal niat dan keberanian memulai.
Ia menuliskan kalimat motivasi di dinding kamarnya:
“Kalau dunia bisa dikejar, kenapa surga harus ditunda?”
Dan kalimat itu jadi mantra kecil yang mendorongnya menuju umroh usia muda.
3. Momen Pertama di Depan Ka’bah
Hari keberangkatan tiba. Aira berangkat sendirian — tanpa teman, tanpa keluarga.
Tapi di dalam hatinya, ada semangat besar.
Begitu pesawat mendarat di Jeddah, air matanya langsung jatuh.
Ia menatap langit gurun yang berwarna jingga, dan di dalam dirinya, ada rasa tenang yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Ketika bus berhenti di pelataran Masjidil Haram dan matanya melihat Ka’bah untuk pertama kalinya… dunia seakan berhenti.
Tangisnya pecah, bukan karena sedih, tapi karena lega.
“Aku di sini, ya Allah سبحانه وتعالى… aku benar-benar di sini.”
Ia melangkah pelan, menyentuh dinding Baitullah dengan tangan gemetar, dan berdoa dalam diam.
Semua ambisi dunia, tekanan karier, dan rasa takut yang dulu membebani… seolah luruh dalam sekejap.
Hari itu, Aira benar-benar mengerti apa makna dari umroh usia muda — bukan sekadar perjalanan spiritual, tapi perjalanan pulang ke hati yang lama ia abaikan.
4. Madinah: Kota yang Mengajarkan Lembutnya Iman
Setelah beberapa hari di Makkah, Aira menuju Madinah.
Kota itu terasa berbeda. Udara lebih tenang, langit lebih lembut.
Ketika melangkah ke Masjid Nabawi, ia merasa seperti sedang memeluk kedamaian.
Di Raudhah, taman surga yang nyata di bumi, ia menangis lagi.
“Rasulullah ﷺ, terima kasih karena aku bisa datang.”
Di situ, Aira belajar bahwa cinta kepada Allah سبحانه وتعالى dan Rasulullah ﷺ tidak butuh kata-kata megah.
Cukup hati yang lembut dan niat yang tulus.
Ia berdoa bukan untuk rezeki besar atau jabatan tinggi, tapi agar hatinya selalu dijaga dalam ketenangan.
Dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa cukup.
Madinah memberinya pelajaran bahwa umroh usia muda bukan hanya tentang menunaikan ibadah, tapi tentang mengenal siapa dirinya di hadapan Sang Pencipta.
5. Pulang, Tapi Tidak Lagi Sama
Ketika pesawat pulang menuju Jakarta, Aira menatap awan dari jendela dan tersenyum kecil.
Ia tahu, hidupnya tak akan lagi sama.
Setiap azan kini terasa lebih berarti.
Setiap doa terasa lebih dekat.
Dan setiap masalah yang dulu membuatnya panik kini terasa ringan.
Setibanya di rumah, ibunya memeluknya erat dan berkata,
“Kamu bukan lagi anakku yang dulu.”
Aira hanya menjawab sambil tersenyum,
“Bukan, Bu. Aku sudah menemukan diriku di Tanah Suci.”
6. Gen Z dan Tren Spiritual Baru
Perjalanan Aira hanyalah satu dari banyak kisah Gen Z yang kini mulai memandang ibadah dengan cara baru.
Mereka bukan lagi generasi yang hanya mengejar karier, tapi juga keseimbangan spiritual.
Media sosial kini dipenuhi konten tentang umroh usia muda, testimoni perjalanan, dan vlog reflektif anak muda yang pulang dengan cerita yang mengubah hidup.
Gen Z tidak mencari kesempurnaan, mereka mencari ketenangan.
Dan ternyata, keduanya bisa ditemukan di tempat yang sama — di hadapan Ka’bah.
7. Penutup: Hati Muda, Iman Kuat
Aira menulis catatan terakhir di buku kecilnya:
“Aku mungkin belum sempurna, tapi aku sudah memulai. Dan itu cukup.”
Ia berjanji akan kembali suatu hari nanti — bukan karena ingin pamer spiritualitas, tapi karena rindu pada kedamaian yang hanya bisa dirasakan di Tanah Suci.
Perjalanan ini membuatnya percaya bahwa setiap hati muda memiliki waktunya untuk terpanggil.
Dan ketika panggilan itu datang, jangan ditunda.
Karena umroh usia muda bukan soal waktu yang tepat, tapi tentang keberanian menjawab ketika Allah سبحانه وتعالى memanggil dengan lembut dari kejauhan.
Jadi, kalau kamu masih muda dan merasa belum siap, ingatlah — kesiapan itu tidak datang sebelum langkah pertama diambil.
Mulailah niatmu hari ini, karena mungkin besok, kamu sudah termasuk salah satu dari mereka yang beruntung menapakkan kaki di Baitullah.
Jalani mimpimu dengan doa, niat, dan tekad yang tulus untuk menunaikan umroh usia muda.